Universitas Sanata Dharma (USD) mengukuhkan Prof. Dr. Drs. Vet. Asan Daminik, M.Si sebagai Guru Besar Fisika pada hari Kamis, 8 Desember 2016 di Ruang Drost, Kampus III USD Paingan. Kesuksesan Prof. Dr. Drs. Vet. Asan Daminik, M.Si yang akrab dipanggil Pak Asan ini menambah daftar Guru Besar di Universitas Sanata Dharma menjadi 9 orang. Acara pengukuhan ini dipimpin oleh Ketua Senat, Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata Dharma dan juga dihadiri oleh Koordinator Kopertis Wilayah V DIY Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., DEA.
Menurut Surat Keputusan KEMENRISTEK DIKTI, Pak Asan meraih kenaikan pengangkatan jabatan akademik fungsional sebagai Profesor atau Guru Besar dalam bidang Fisika sejak tanggal 1 Agustus 2016. Pemikiran beliau terhadap ilmu Fisika yang semakin berkembang pesat di era ini terlihat jelas dalam pidatonya yang berjudul “Unifikasi Interaksi Fundamental Dan Sifat Istimewa Neutrino Menuju Teori Segala Sesuatu”. Pengalaman beliau dalam ilmu fundamental Fisika, yang dibuktikan dalam penulisan buku, jurnal, karya ilmiah baik dalam skala lokal, nasional, dan internasional; menuntun beliau hingga akhirnya diangkat sebagai Guru Besar. Pengangkatan ini juga dinilai dari angka kredit yang mencapai 864,99.
Kabar bahagia ini menjadi suatu pencapaian dan keberhasilan dalam perayaan Dies Natalis Universitas Sanata Dharma ke-61. “Ini sungguh menjadi hadiah yang istimewa untuk USD yang tahun ini merayakan usianya yang ke 61. Menjadi hadiah yang istimewa karena dengan demikian USD bisa turut tegak berdiri sebanding dengan universitas-universitas lain di Indonesia karena mempunyai seorang profesor yang meneliti bidang ilmu yang sangat langka dan membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Ini tentu saja sangat berpengaruh bagi reputasi bagi penerimaan mahasiswa baru USD secara keseluruhan.”ungkap Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D, Rektor Universitas Sanata Dharma.
Selanjutnya, Koordinator Kopertis Wilayah V DIY Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., DEA menyampaikan beberapa pesan terkait seputar pengangkatan Guru Besar di Indonesia. Beliau menuturkan bahwa Kementerian tidak hanya memperhatikan proses untuk mencapai Guru Besar, tapi juga memperhatikan produk yang dihasilkan seorang guru besar setelah dikukuhkan. Ke depannya, gelar Guru Besar yang diberikan akan menambah semangat para Profesor untuk berkarya lebih baik lagi. Di samping itu, bertambahnya jumlah Guru Besar di suatu Universitas diharapkan juga mampu mendukung bertambahnya jumlah mahasiswa di Indonesia yang saat ini hanya mencapai 30% dari total seluruh pelajar yang lulus dari SMA.
Dosen yang lahir di Simalungun 11 November 1963 ini telah memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan, di antaranya menulis 47 karya ilmiah, 5 buku, dan 4 diktat. Prof. Dr. Asan Damanik merupakan lulusan S1 Ilmu Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, S1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, S2 Magister Sains dalam Fisika Teoritis Universitas Gadjah Mada, serta S3 dalam Fisika Teoritis FMIPA Universitas Gadjah Mada.
Prof. Dr. Asan Damanik dikenal sebagai ilmuwan ilmuwan yang unggul, gigih, dan pekerja keras dalam menghadapi tantangan dan rintangan dalam berkarya dan bekerja. Beliau dinilai selalu berusaha setinggi-tingginya dalam melaksanakan penelitian sehingga menciptakan karya-karya ilmiah yang bermutu yang pantas dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional. Prof. Dr. Asan Damanik juga dikenal sebagai sosok dosen yang bertanggung jawab, humanis, dan sederhana. Keharmonisan beliau dengan keluarga memberikan inspirasi bagi para stafnya saat beliau menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) USD Yogyakarta. Proficiat Pak Asan! (DW)
Sumber: https://www.usd.ac.id/deskripsi.php?idt=usd_berita&noid=2964
|
Blog ini berisi informasi dan tulisan tentang pendidikan, sains, teknologi, dan topik-topik terkait
Senin, 26 Desember 2016
Pengukuhan Guru Besar Baru, Hadiah Dies Natalis ke-61 USD
Minggu, 18 Desember 2016
Unifikasi Interaksi Fundamental dan Sifat Istimewa Neutrino menuju Teori Segala Sesuatu
Judul di atas merupakan judul pidato pengukuhan guru besar fisika Prof. Dr. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta pada Kamis 8 Desember 2016 bertempat di Ruang Drost Lantai 4 Gedung Pusat kampus III USD Paingan Maguwoharjo Sleman Yogyakarta.
Minggu, 06 November 2016
Aplikasi Nuklir dalam berbagai bidang Kehidupan
Selasa, 04 Oktober 2016
Peraih Penghargaan Nobel Fisika 2016
The Nobel Prize in Physics 2016 was divided, one half awarded to
David J. Thouless,
the other half jointly to
F. Duncan M. Haldane and J. Michael Kosterlitz
"for theoretical discoveries of topological phase transitions and topological phases of matter".
David J. Thouless
Born: 1934, Bearsden, United Kingdom
Affiliation at the time of the award: University of Washington, Seattle, WA, USA
Prize motivation: "for theoretical discoveries of topological phase transitions and topological phases of matter"
Born: 1951, London, United Kingdom
Affiliation at the time of the award: Princeton University, Princeton, NJ, USA
Prize motivation: "for theoretical discoveries of topological phase transitions and topological phases of matter"
J. Michael Kosterlitz
Born: 1942, Aberdeen, United Kingdom
Affiliation at the time of the award: Brown University, Providence, RI, USA
Prize motivation: "for theoretical discoveries of topological phase transitions and topological phases of matter"
Sabtu, 17 September 2016
SENI
DAN SAINS (+ TEKNOLOGI)
Pengantar Diskusi Dosen Program S3 Kajian Budaya
Seni dan Masyarakat
Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma
Asan
Damanik
Pertanyaan
mendasar: Apakah ada kaitan/interaksi
seni dan sains (dan teknologi sebagai anak kandung sains)?Terkait pertanyaan
tersbut stidaknya ada dua pendapat yang saling diperdebatkan
Sains dan seni dua kutub yang
berlawanan, keterkaitan (coinsidence) antara keduanya hanya secara kebetulan. Seni dan sains adalah dua hal yang hanya
dibedakan oleh ekspressi (representasi, tampilan) dari suatu penopang fenomena
dan kesamaan keduanya sebagai pertanda terhadap eksistensi penopang fenomena
itu
Menurut Sheldon Richmond [1] kedua pernyataan
itu keliru karena didasarkan pada asumsi yang salah, yakni rasionalitas (rationality) yang merujuk ke cognitive dan imajinasi (imagination) yang merujuk kepada
irasionalitas (irrationality). Beberapa fakta
keterkaitan seni dan sains (hubungan fungsional?):
1. Zaman Renaisans bukanlah hanya sebagai
masa perkembangan peradaban Yunani, melainkan revolusi sains dan seni. Copernicus dan Galileo memulai revolusi sains
yang berpuncak pada karya Leonardo da Vinci (arsitek, musisi, pelukis, penulis,
dan pematung/pemahat), Michelangelo (pelukis, pemahat, pujangga, dan arsitek)
dan Rembrandt (pelukis terbesar dalam sejarah Eropa)
2. Revolusi sains dan artistik (seni)
berawal dari titik yang sama (hampir bersamaan). Penemuan optik bersamaan dengan perkembangan
interpretasi gambar (image).tiga
dimensi dari permukaan yang digambar oleh Brunelleschi (desainer dan arsitek) dan Durer (pengulir, pelukis, dan
matematikawan) dan pembacaan bayangan (image)
pada teleskop Galileo. Optik....awal perkembangan !!!!
3. Masalah
fundamendal yang membuat sains mengalami revolusi hebat adalah bermula dari
pertanyaan: Dimanakah kita (manusia)
dikaitkan dengan kosmologi? Pertanyaan
itu dijawab oleh Copernicus yang kemudian dilanjutkan oleh Galileo yang
menyatakan bahwa kita berada di sebuah planet yang mengitari matahari. Sebelumnya, Brunelleschi membalikkan metode
Yunani dan Medieval (Metode Penyiksaan untuk mendapatkan iformasi) untuk
membentuk ruang dan kanvas. Objek
dinyatakan di atas kanvas (lukisan) sesuai dengan mata (penglihatan) yang punya
objek dan kanvas.
4. Revolusi teori relativitas Einstein yang
memperluas mekanika Newton dari konsep “ruang dan waktu” menjadi
“ruang-waktu”. Revolusi sains akibat
teori relativitas Einstein membuka cakrawala baru berpikir dari yang konsep
absolut ke konsep relatif. Dalam sains
selain logika juga memerlukan impressi (imajinasi) yang dibangun dari
konsep-konsep matematika (sarana berpikir ilmiah) yang juga dijumpai dalam seni
(adanya/memerlukan imajinasi dan impressi/improvisasi). Einstein sebagai fisikawan terbesar abad-20
adalah juga pemain biola handal (seni dengan improvisasi dan imajinasi).
Dari
penjelasan di atas kita dapat melihat bagaimana seni dan sains (yang
diperdebatkan sebagai dua kutub yang berseberangan) mempunyai kesamaan tujuan
yakni untuk menggambarkan sesuatu objek sehingga dapat dinikmati, dapat
dilukiskan atau dirumuskan (gambar/lukisan atau hukum/persamaan
matematis), dan dipahami secara mendalam
sehingga diperoleh gambaran utuh tentang sesuatu objek/fenomena sebagai sebuah
keindahan (estetis). Paradigma representasi dalam seni
dieksplorasi lebih jauh......!!!! Sekarang ada seni non-representasional (seni
sebagai eksplorasi)
Karena
kedua kajian itu (seni dan sains) merupakan fokus perhatian manusia sejak
dahulu kala karena terkait dengan eksistensi manusia dikaitkan dengan
rasionalitas dan imajinasi dan keduanya memerlukan improvisasi sehingga dapat
dikatan seorang ilmuwan sejati adalah seniman sejati juga. Dari sejarahnya, seni dan sains
(+teknologi) berkembang sejalan
(paralel) dan sering saling menopang satu sama lain. Secara sederhana, kaitan antara seni, sains,
dan teknologi dapat dilukiskan seperti pada Gambar 1.
Pada
perkembangan berikutnya (masa kini dan masa depan) inetraksi antara sains dan
seni tidak dapat dihindarkan. Teknologi
sebagai produk sains (anak kandung sains) sudah memasuki dunia seni (modern)
dan bahkan mempengaruhinya. Dunia seni
modern (bahkan seni tradisonal) sudah memerlukan sentuhan sains/teknologi
seperti forgrafi, rekaman suara dan gambar, digitalisasi, akustik, lighting,
dan tata panggung. Bahkan pada
perkembangannya dunia seni memasuki ranah kosmologi dan astrofisika sebagai
garapan seni baru yang memukau karena penuh imajinasi dan rasionalitas sehingga
membawa pengalaman baru bagi pemirsanya.
Jadi, seniman memerlukan sains dan teknologi sebagai bahan kajian dan
objek baru dalam menghasilkan karya seni inovatif, kreatif, dan inspiratif.
Stephen Wilson dalam
bukunya Information Arts: Intersection of
Arts, Science, and Technology menuliskan sebagai berikut [2]:
Ilmuwan
juga pada akhirnya memerlukan seniman dalam melukiskan dan menggambarkan karya
ilmuwan sehingga dapat dinikmati masyarakat secara populer lewat pertunjukan
seni (karya seni) sehingga sains dan keindahannya bukanlah produk ekslusif yang
hanya dapat dinikmati ilmuwan saja tetapi juga oleh masyarakat awam lewat karya
seni para seniman dan para teknolog yang menghasilkan produk inovasi
(teknologi) akibat perkembangan sains yang luarbiasa.
Perkuliahan
Matakuliah Seni dan Teknologi bisa ditawarkan sebagai berikut atau
kombinasinya:
1. Kuliah klasikal dengan buku teks
karangan Stephen Wilson dan buku teks lainnya terkait sains dan teknologi serta
aplikasinya dalam seni
2. Jurnal-jurnal terkait sebagai bahan
diskusi kelompok/tugas mandiri
3. Seminar
Contoh-contoh karya/kasus-kasus interseksi seni, sains dan teknologi
(yg sdh ada)
Mengunjungi pameran untuk mengetahui kondisi real (artjog)
Core dipikirkan Tim/Dosen S3 kajian Budaya
Hasil
kuliah/seminar/diskusi Seni dan Sains/Teknologi ini akan diusahakan proposal
penelitian terkait interseksi seni, sains, dan teknologi dan publikasi di
jurnal internasional/konferensi internasional dan lama-kelamaan akan dapat
dihasilkan sebuah buku teks Interseksi seni, sains dan teknologi.
Referensi
[1]
Sheldon Richmond, 1984, The interaction of art and science, Leonardo 17 (2), pp. 81-
86
[2]
Stephen Wilson, 2002, Information of Arts: Intersection of Arts, Science, and
Technology, The MIT Press, Cambridge,
Massachusetts, London, England.
Minggu, 29 Mei 2016
Gaya/Interaksi kelima dengan mediator Boson Tera Vektor X
Oleh: Asan Damanik
Beberapa bulan terakhir ini komunitas fisika dihebohkan dengan wacana : gaya kelima atau interaksi kelima (the fifth force) menyusul empat jenis gaya (interaksi) yang sudah dikenal selama ini yakni: gaya (interaksi) gravitasional, gaya (interaksi) lemah, gaya (interaksi) elektromagnetik, dan gaya (interaksi) kuat.
Dalam fisika ide atau gagasan kemungkinan adanya gaya kelima, keenam, dan seterusnya boleh-boleh saja apalagi ditopang oleh argumentasi yang meyakinkan misalnya bukti matematis, dan konsekuensi logis, selain bukti eksperimen secara meyakinkan. Wacana dan keyakinan akan eksistensi gaya kelima itu mencuat setelah tim peneliti Hungaria yang dipimpin oleh A. J. Krasznahorkay mempublikasikan hasil penelitian mereka terhadap pengamatan anomali pembentukan pasangan internal dari atom Beryllium tereksitasi yang berubah menjadi Beryllium tambah boson X yang kemudian boson X meluruh menjadi pasangan elektron-positron.
Hasil penelitian mereka itu diposting di arXiv (arXiv:1504.01527) dan kemudian dipublikasikan di Jurnal Fisika bergengsi Physical Review Letters 116, 042501 (2016). Paper yang meyusul kemudian ditulis oleh S. N. Gninenko et. al (arXiv:1604.08432) dan oleh Jonathan L. Feng et al (arXiv:1604.07411) mendukung hasil yang dilaporkan tim peneliti Hungaria itu disertai dengan ulasan akan eksistensi gaya (interaksi) kelima yang dapat dijelaskan eksistensinya dari hasil eksperimen tim peneliti Hungaria itu.
1504.0152arXiv:1504.01)
Secara skematis proses peluruhan tersebut digambarkan sebagai berikut:
Be*---> Be X
X---> e(+) + e(-)
Boson X dengan massa sekitar 17 MeV/c^2 dinyatakan sebagai mediator interaksi kelima dan jangkauan interaksi kelima itu sejauh 12 fm (1 fm = 10^(-15) m).
Beberapa bulan terakhir ini komunitas fisika dihebohkan dengan wacana : gaya kelima atau interaksi kelima (the fifth force) menyusul empat jenis gaya (interaksi) yang sudah dikenal selama ini yakni: gaya (interaksi) gravitasional, gaya (interaksi) lemah, gaya (interaksi) elektromagnetik, dan gaya (interaksi) kuat.
Dalam fisika ide atau gagasan kemungkinan adanya gaya kelima, keenam, dan seterusnya boleh-boleh saja apalagi ditopang oleh argumentasi yang meyakinkan misalnya bukti matematis, dan konsekuensi logis, selain bukti eksperimen secara meyakinkan. Wacana dan keyakinan akan eksistensi gaya kelima itu mencuat setelah tim peneliti Hungaria yang dipimpin oleh A. J. Krasznahorkay mempublikasikan hasil penelitian mereka terhadap pengamatan anomali pembentukan pasangan internal dari atom Beryllium tereksitasi yang berubah menjadi Beryllium tambah boson X yang kemudian boson X meluruh menjadi pasangan elektron-positron.
Hasil penelitian mereka itu diposting di arXiv (arXiv:1504.01527) dan kemudian dipublikasikan di Jurnal Fisika bergengsi Physical Review Letters 116, 042501 (2016). Paper yang meyusul kemudian ditulis oleh S. N. Gninenko et. al (arXiv:1604.08432) dan oleh Jonathan L. Feng et al (arXiv:1604.07411) mendukung hasil yang dilaporkan tim peneliti Hungaria itu disertai dengan ulasan akan eksistensi gaya (interaksi) kelima yang dapat dijelaskan eksistensinya dari hasil eksperimen tim peneliti Hungaria itu.
1504.0152arXiv:1504.01)
Secara skematis proses peluruhan tersebut digambarkan sebagai berikut:
Be*---> Be X
X---> e(+) + e(-)
Boson X dengan massa sekitar 17 MeV/c^2 dinyatakan sebagai mediator interaksi kelima dan jangkauan interaksi kelima itu sejauh 12 fm (1 fm = 10^(-15) m).
Langganan:
Postingan (Atom)