Rabu, 01 Juli 2015

Jual beli Ijazah: Benang Kusut Dunia Pendidikan dan Kebijakan Pemerintah

Akhir-akhir ini marak pemberitaan media cetak, elektronik, dan media sosial tentang Ijazah palsu (S1, S2, S3) alias ijazah yang diperoleh dengan cara dan proses yang tidak mengikuti aturan yang sebenarnya. Sebenarnya, maraknya transaksi jual beli ijazah itu dapat dianalisis secara sederhana dengan menggunakan teori/prinsip/hukum ekonomi: Hukum Permintaan dan Penawaran. Mengapa sampai terjadi dan berlaku hukum Permintaan dan Penawaran itu di dunia pendidikan, tidak pernah dipertanyakan apalagi dianalisis oleh para pakar dan pembuat kebijakan di negara ini.
Sudah sejak lama sebenarnya transaksi jual beli Ijazah itu terjadi, namun belakangan ini begitu marak dan menjamur serta belakangan ini banyak lembaga pendidikan (?) yang melihat peluang permintaan Ijazah itu sebagai sebuah peluang bak pedagang di pasar pagi. Permintaan akan ijazah S1, S2, dan S3 yang begitu marak akhir ini sebenarnya akibat Kebijakan/Peraturan Pemerintah yang mengharuskan seseorang pegawai dapat menduduki jabatan dan apresiasi tertentu harus berpendidikan minimal S1 (misal kebijakan sertifikasi Guru), dan sebagainya di kantor-kantor pemerintahan yang mensyaratkan pegawainya harus berpendidikan S2 bahkan S3 agar dapat menduduki Eselon tertentu. Pemerintah sebenarnya ikut andil memperparah terjadinya transaksi jual beli Ijazah tersebut dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang dibuat terkait kepangkatan dan apresiasi pegawai negeri (PNS). Sebagai contoh, Pegawai dan Guru yang dulunya belum berpendidikan S1 akhirnya ramai-ramai melakukan jalan pintas untuk memenuhi peraturan pemerintah itu. Memang ada yang legal, tetapi banyak juga yang asal-asalan sebab muncul juga berbagai tawaran dari lembaga pendidikan tinggi untuk menampung permintaan akan kebutuhan Ijazah itu.  Bukankah di awal program sertifikasi Guru dan Dosen dulu ada PTS di Yogyakarta yang mengeluarkan ribuan Ijazah S1 tanpa jelas prosedur dan proses perkuliahannya?  Sekali lagi, ini adalah aji mumpung dan mengikuti hukum pasar/ekonomi, tansaksional belaka.
Seharusnya pemerintah lebih menekankan pada integritas, kinerja, prestasi kerja, loyalitas dan pengabdian dalam hal menggaji dan mengangkat seseorang menduduki jabatan dan posisi tertentu, bukan didasarkan apalagi diutamakan pada tinggi rendahnya Ijazah yang dimiliki seseorang. Contoh kasus, untuk menjadi guru SD harus berpendidikan S1 padahal untuk Guru SD cukup lulusan Sekolah pendidikan Guru (SPG) setingkat SLTA. Akibat peraturan pemerintah itu ramailah Perguruan Tinggi membuka Kuliah jarak jauh, membuka Jurusan/Program Studi PGSD, dsb, khususnya ramailah transaksi jual-beli Ijazah dengan segala konsekuensinya. Sudah beberapa tahun kebijakan pemerintah itu berjalan, sudahkah mutu pendidikan kita meningkat akibat Ijazah Guru sudah setingkat S1? Jawabannya TIDAK JUGA. Jadi apa gunanya (dampaknya) kebijakan itu? Entahlah, apa landasan atau rasional kebijakan itu, dan sampai kini kebijakan itu tidak pernah dievaluasi secara benar. Hanya didasarkan pada sinyalemen sana sini pembuat kebijakan di negara ini sudah berani membuat kebijakan dan Peraturan pemerintah. Hal seperti itulah yang sering terjadi sehingga permasalahan bukannya teratasi melainkan bertambah banyak dan rumit bagaikan benang kusut. Kasus jual beli Ijazah ini hanya salah satu dari sekian banyak kasus serupa (mirip) di sektor lain di negara ini, semuanya TRANSAKSIONAL belaka, hanya memberlakukan hukm PASAR Permintaan dan Penawaran itu, tanpa ada sentuhan dan kebijakan yang mendasar dan terprogram untuk jangka panjang yang dapat mewujudkan cita-cita bangsa sebagimana dicita-citakan oleh Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sedih dan geram. Itulah yang ada pada mereka yang mengerti dan memahami apa arti, makna, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Seorang dosen saya (Gurubesar Fisika) di salah satu PTN ternama pernah berpesan kepada saya agar jangan pernah kecewa apalagi geram dan sedih di negara tercinta ini. Sebab apa? Kata beliau: Pandangan terhadap Fisika dan Fisikawan di negara ini berbeda dengan negara lain, karena itulah negara lain maju dan berhasil meraih kemajuan. Di negara kita ini, pemerintah itu hanya mengikuti hukum pasar tanpa ada konsep dan program yang jelas dengan dukungan sumberdaya dan peraturan yang mendasar serta konseptual. Beliau juga berpesan: SABARLAH KALAU SAAT INI DAN SAMPAI WAKTU TAK TERBATAS NANTI, FISIKA DAN FISIKAWAN DI NEGARA INI TIDAK DIPANDANG SEBAGAI YANG HARUS DIUTAMAKAN DALAM MERAIH KEMAJUAN IPTEK SEBAGAI MANA NEGARA LAIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar